Oleh : Aria Dipura, SH., CPL., CPCLE., CLi

Aria DipuraDi dalam proses pengadaan barang/jasa yang menggunakan keuangan negara, setelah ditetapkannya pemenang tender, maka tahap selanjutnya yang harus dilakukan adalah penandatanganan kontrak antara Penyedia dan Pejabat Pembuat Komitmen (“PPK”). Terkait hal tersebut, di dalam Peraturan Presiden No 16 Tahun 2018  (“Perpres 16/2018”) khususnya pada Pasal 27, dapat diketahui terdapat beragam karakteristik kontrak yang dapat mengikat PPK dan Penyedia, yang mana tergantung pada sifat kontrak itu sendiri, yakni kontrak lumsum, satuan, terima jadi atau framework. Namun demikian, terhadap karakteristik kontrak pada Pasal 27 tersebut, apabila didasarkan pada jangka waktunya, kontrak pengadaan barang/jasa ini kemudian dibedakan lagi menjadi Kontrak Tahun Tunggal dan Kontrak Tahun Jamak (vide Pasal 27 ayat 9).

Kontrak Tahun Tunggal merupakan Kontrak Pengadaan Barang/Jasa yang tidak membebani  lebih dari 1 (satu) tahun anggaran, sedangkan Kontrak Jamak menurut Pasal 27 ayat 9 di atas membebani lebih dari 1 (satu) Tahun Anggaran. Penandatanganan Kontrak Tahun Jamak ini dilakukan setelah mendapatkan persetujuan pejabat yang berwenang. Kontrak Tahun Jamak itu sendiri terdiri dari 2 (dua) jenis, yakni

  • pekerjaan yang penyelesaiannya lebih dari 12 (dua belas) bulan atau lebih dari 1 (satu) Tahun Anggaran; atau
  • pekerjaan yang memberikan manfaat lebih apabila dikontrakkan untuk jangka waktu lebih dari 1 (satu) Tahun Anggaran dan paling lama 3 (tiga) Tahun Anggaran.

Selanjutnya, apabila memperhatikan definisi tersebut di atas, kiranya dapat disimpulkan bahwa Kontrak Tahun Jamak pada prinsipnya mempunyai karakteristik layaknya perjanjian bersyarat dimana penandatanganan akan dilakukan “hanyajika telah mendapatkan persetujuan dari pejabat yang berwenang”. Tidak seperti perpres sebelumnya yang mengatur secara detail, Perpres 16/2018 ini tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai siapakah “pejabat berwenang” yang dimaksud. Namun demikian, “pejabat berwenang” tersebut jelas merupakan pihak ketiga di luar perjanjian (di luar PPK dan Penyedia) yang dapat memberikan pengaruh terhadap keberlangsungan kontrak.

Terkait hal tersebut, Penulis mendapati bahwa seringkali terjadi permasalahan dimana perjanjian terlanjur ditandatangani sebelum mendapatkan persetujuan dari pihak berwenang sehingga ketika Kontrak Tahun Jamak tersebut dinyatakan “tidak lolos persetujuan pihak berwenang” (dhi. Misalnya terdapat blokir anggaran oleh DPR RI atau penolakan dari Menteri Keuangan), PPK kemudian melakukan penghentian layanan/pengakhiran kontrak dan menolak untuk melakukan pembayaran, padahal perjanjian telah berjalan dan sebagian prestasi telah dipenuhi oleh Penyedia. Artinya, dalam hal ini terdapat tindakan sepihak yang dilakukan PPK terhadap Penyedia karena ada “produk dari pihak ketiga di luar Kontrak” yang mempengaruhi isi kontrak tersebut. Adanya tindakan PPK demikian  menjadikan Penyedia terpaksa membawa permasalahan tersebut kepada ranah hukum, baik melalui pengadilan atau arbitrase sesuai klausula Kontrak..

Berangkat dari premis kasus demikian, timbul satu pertanyaan yang mengemuka:

Dalam suatu kontrak pengadaan barang/jasa yang notabene merupakan hubungan privat antara PPK dan Penyedia, apakah dibenarkan suatu pihak ketiga mempengaruhi isi perjanjian sehingga PPK kemudian menghentikan layanan/mengakhiri perjanjian?

 Hubungan Hukum PPK Dan Penyedia Dalam Kontrak Tunduk Pada Hukum Perdata

Sesuai dengan esensi hukum perdata, ketika para pihak bermaksud untuk mengikatkan diri untuk menandatangani suatu kontrak, maka haruslah memenuhi syarat-syarat sah kontrak sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yakni:

  • cakap subyek hukumnya;
  • adanya kesepakatan;
  • adanya hal tertentu yang diperjanjikan; dan
  • terpenuhinya kausa yang halal

Apabila telah terpenuhi syarat-syarat sah perjanjian di atas maka sesuai ketentuan Pasal 1338 KUHPerdata, isi perjanjian tersebut demi hukum mengikat para pihak layaknya undang-undang baginya dan para pihak wajib untuk menjalankan ketentuan-ketentuan kontrak dengan itikad baik (pacta sunt servanda).

Selanjutnya, ketentuan Pasal 1340 KUHPerdata telah mengamanatkan bahwa “perjanjian hanya berlaku dan mengikat bagi pihak-pihak yang menandatanganinya saja”. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa pihak ketiga di luar kontrak jelas tidak dapat mempengaruhi pelaksanaan kontrak tersebut. Sebaliknya, para pihak dalam kontrak juga demi hukum tidak mempunyai suatu kewajiban untuk mengikuti kebijakan yang diberlakukan pihak ketiga tersebut.

Apabila dikaitkan dengan permasalahan di atas, kiranya jawaban dapat diberikan sebagai berikut:

  • Suatu proses pengadaan barang/jasa yang tunduk pada Perpres 16/2018 mulai dari penyusunan Rencana Umum Pengadaan oleh Pengguna Anggaran sampai dengan diumumkan/ditetapkannya pemenang tender merupakan produk tata usaha negara (“TUN”) yang dilakukan oleh pejabat TUN sehingga tunduk pada ranah TUN;
  • Namun demikian, dalam hal telah ditandatanganinya kontrak antara PPK dan Penyedia yang memenuhi syarat-syarat sah kontrak sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, menurut hemat penulis, hubungan hukum PPK dan Penyedia adalah menjadi murni hubungan hukum privat/perdata yang tunduk pada ketentuan dalam KUHPerdata;
  • Sesuai dengan ketentuan Pasal 1340 KUHPerdata yang menyatakan bahwa perjanjian hanya mengikat para pihak yang membuatnya saja, maka “pihak berwenang” yang notabene merupakan pihak ketiga sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 27 ayat 9 Perpres 16/2018 semestinya tidak dapat mempengaruhi pelaksanaan kontrak yang ditandatangani oleh PPK dan Penyedia. Dengan demikian, ketentuan Pasal 27 ayat 9 Perpres 16/2018 sepanjang mengenai frase “pejabat berwenang” dalam memberikan persetujuan/penolakan atas Kontrak Tahun Jamak menurut hemat penulis bertentangan dengan esensi Pasal 1340 KUHPerdata tersebut.

Kesimpulan

Adanya ketentuan Pasal 27 ayat 9 Perpres 16/2018, terutama pada frase “Kontrak Tahun Jamak harus melalui persetujuan dari pejabat berwenang” menyebabkan pendapat dari para ahli hukum terbelah. Dalam hal ini menurut penulis ketentuan tersebut bertentangan dengan asas hukum perdata sebagaimana diatur oleh ketentuan Pasal 1340 KUHPerdata karena pihak ketiga yang bukan merupakan pihak penandatangan kontrak dapat menerobos masuk dan mempengaruhi keberlangsungan kontrak. Dalam hal ini,  alasan “penolakan persetujuan pejabat berwenang” di atas semestinya tidak bisa dijadikan pembenaran bagi PPK untuk memutus kontrak dan tidak memenuhi kewajiban pembayaran prestasi kerja kepada Penyedia.

@2018 Yulwansyah & Partners. All rights reserved


Kantor Hukum Yulwansyah & Partners didukung oleh advokat-advokat yang mempunyai sertifikasi di bidang pengadaan barang dan jasa dan telah berpengalaman untuk mendampingi dan mewakili klien dalam membuat/mereview kontrak-kontrak pengadaan, baik yang dipersiapkan oleh lembaga atau institusi negara maupun badan usaha milik negara (BUMN). Selain itu, kami juga berpengalaman dalam mendampingi/mewakili klien dalam perkara-perkara yang berkenaan dengan perselisihan kontrak pengadaan, baik melalui pengadilan negeri maupun forum arbitrase.

3 Comments

  • Marinus
    Posted 02/09/2019 7:07 pm

    Pekerjaan kontruksi manakah yg termasuk tahun jamak ,serta langkah langkah mngatasi masalah dilapangan.sekian

    • Leny Margaretha Andries
      Posted 18/11/2020 5:36 am

      Bagaimana dgn dana hibah bencana yg biasanya turun pertengahan atau akhir tahun, sehingga pelaksanaan pekerjaannya dapat melewati akhir tahun?

  • Leny Margaretha Andries
    Posted 18/11/2020 5:37 am

    Bagaimana dgn dana hibah bencana yg biasanya turun pertengahan atau akhir tahun, sehingga pelaksanaan pekerjaannya dapat melewati akhir tahun?

Add Comment

WhatsApp WhatsApp us