Oleh : Aria Dipura, SH., CPL., CPCLE, CLi

Aria Dipura

Dewasa ini, saat arus perdagangan barang/jasa semakin meningkat pesat, melibatkan banyak pelaku usaha serta melintasi batas-batas negara, adanya sengketa atas pelaksanaan perjanjian merupakan sesuatu yang tidak bisa terhindarkan. Terhadap kondisi tersebut, mau tidak mau pihak yang menderita kerugian jelas akan berusaha untuk mencari jalan untuk menyelesaikannya. Namun, penyelesaian sengketa melalui pengadilan setempat seringkali tidak dapat memberikan solusi atas permasalahan yang ada, terutama ketika para pihaknya menginginkan sifat penyelesaian yang tertutup, cepat, serta putusan yang bersifat final dan mengikat. Jawaban permasalahan tersebut salah satunya adalah melalui arbitrase.

Arbitrase merupakan forum penyelesaian sengketa di luar pengadilan negeri yang dapat dipilih oleh para pihak yang berselisih paham atas pelaksanaan suatu kontrak komersial. Arbitrase seringkali dipilih karena memberikan solusi atas penyelesaian sengketa ketika para pihaknya menginginkan forum peradilan yang tertutup, cepat, diadili oleh ahli dan profesional di bidangnya serta putusannya bersifat final dan mengikat dan dapat segera dieksekusi. Di Indonesia sendiri payung hukum yang mengatur mengenai lembaga arbitrase serta tata cara penyelesaian perkara dijumpai dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (“UUAAPS”).

Mengenai lembaga arbitrase itu sendiri, sekalipun UUAAPS telah mengatur tata cara /prosedur bagaimana penyelesaian perkara melalui arbitrase, namun UUAAPS juga memberikan wewenang bagi lembaga arbitrase untuk membuat suatu aturan tersendiri mengenai tata cara penyelesaian sengketa apabila para pihak memilih lembaga arbitrase tersebut. Contonya, Badan Arbitrase Nasional Indonesia yang mempunyai Peraturan Prosedur BANI yang berlaku dari waktu ke waktu. Ketentuan tersebut dapat dijumpai pada Pasal 31 ayat (2) UUAAPS.

Para pihak dalam suatu perjanjian yang tegas dan tertulis, bebas untuk menentukan acara arbitrase yang digunakan dalam pemeriksaan sengketa sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-undang ini.

Dengan demikian, merujuk pada ketentuan tersebut dapat diketahui bahwa UUAAPS memberikan opsi bagi para untuk memilih peraturan prosedur arbitrase, apakah menggunakan ketentuan dalam UUAAPS ataukah peraturan prosedur lembaga arbitrase, Dalam hal para pihak memilih agar suatu sengketa diadili berdasarkan prosedur yang diatur dalam peraturan lembaga arbitrase, maka demi hukum ketentuan-ketentuan yang diatur dalam lembaga arbitrase tersebut mengikat para pihak dan demi hukum ketentuan-ketentuan dalam UUAAPS, sepanjang mengatur hal yang sama, dapat dikesampingkan.

Contoh konkret mengenai kekuatan mengikat peraturan prosedur arbitrase tersebut dapat ditemui dalam upaya tuntutan ingkar. UUAAPS dalam Pasal 22 – 26 memang telah mengatur tata cara untuk mengajukan tuntutan ingkar apabila salah satu pihak merasa penunjukan arbiter mengandung suatu conflict of interest. Namun, apabila telah ada klausula perjanjian yang memilih agar sengketa diselesaikan melalui peraturan prosedur lembaga arbitrase, maka ketentuan dalam peraturan prosedur lembaga arbitrase yang mengatur mengenai tuntutan ingkarlah yang berlaku, Pasal 22 – 26 UUAAPS haruslah dikesampingkan. Dalam praktiknya, dalil di atas telah dipakai oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada perkara No. 751/Pdt.Arb/2016/PN.Jkt.Sel yang menyatakan tuntutan ingkar dari PT Timas Suplindo terhadap arbiter BANI dan Leighton Offshore, Ltd. tidak dapat diterima dan menerima permohonan eksepsi kompetensi absolut dari pihak Termohon.

Kesimpulan

Peraturan Prosedur dari lembaga arbitrase mempunyai kekuatan hukum mengikat terhadap seluruh aspek dari penyelesaian sengketa melalui arbitrase apabila para pihak menyatakan dalam klausula perjanjiannya. Dampak terhadap hal tersebut menjadikan ketentuan-ketentuan dalam UUAAPS sepanjang mengatur hal yang sama menjadi dikesampingkan. Dalam suatu sengketa, salah satu pihak dapat memohon eksepsi kompetensi absolut untuk meneguhkan kekuatan berlakunya peraturan prosedur lembaga arbitrase.

@2018 Yulwansyah & Partners. All rights reserved


Kantor Hukum Yulwansyah & Partners telah berpengalaman untuk mendampingi dan mewakili klien beracara melalui forum arbitrase dalam sengketa berbagai bidang seperti kontruksi, pengadaan, jaminan, sewa guna usaha serta perkara komersial lainnya. Selain itu, kami juga telah mewakili Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) dalam berbagai perkara di pengadilan negeri, seperti perkara-perkara pembatalan putusan arbitrase, tuntutan ingkar, perbuatan melawan hukum kepada arbiter dan lain sebagainya.

Add Comment

WhatsApp WhatsApp us