Oleh : Aria Dipura, SH., CPL., CPCLE., CLi

Aria Dipura

Pendahuluan

Diambil dari definisi menurut UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (“UUAAPS”), arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.

Oleh karena berada “di luar” lingkup peradilan umum, maka arbitrase merupakan salah satu alternatif ‘dispute settlement’ yang dapat dipilih oleh para pihak yang terlibat dalam suatu perikatan bisnis selain pengadilan negeri, dimana para pihak dapat menyepakati :

  • Lembaga arbitrase yang dipilih;
  • Peraturan prosedur yang digunakan;
  • Jumlah arbiter yang ditunjuk;
  • Bahasa yang digunakan;
  • Tempat arbitrase dilangsungkan;
  • Dan lain sebagainya.

Sebagaimana yang dilansir oleh berbagai sumber, penyelesaian sengketa melalui arbitrase ini kian diminati. Badan Arbitrase Nasional Indonesia selaku salah satu lembaga arbitrase tertua di Indonesia mencatat bahwa pihaknya menangani 473 kasus sengketa dalam 5 tahun terakhir, dimana dari jumlah tersebut, perkara terkait konstruksi merupakan yang paling sering ditangani.

Semakin diminatinya penyelesaian melalui arbitrase ini disebabkan karena arbitrase mempunyai sejumlah kelebihan dibanding penyelesaian perkara konvensional melalui pengadilan negeri seperti kerahasiaan yang terjamin, diadili oleh arbiter yang professional dibidangnya, dan lain sebagainya. Namun demikian,  dari pertimbangan-pertimbangan demikian, kelebihan arbitrase yang paling utama adalah sifat penyelesaiannya yang final dan mengikat. Artinya penyelesaian melalui arbitrase merupakan upaya yang pertama dan terakhir serta tidak ada upaya hukum lanjutan (baik banding ataupun kasasi) pasca dijatuhkannya putusan arbitrase oleh Majelis Arbitrase. Sifat arbitrase demikian ditegaskan dalam Pasal 60 UUAAPS.

Namun demikian, sekalipun ditegaskan final dan mengikat, di dalam Pasal 70 UUAAPS diketahui bahwa putusan arbitrase yang telah didaftarkan di pengadilan negeri dimungkinkan untuk dibatalkan, syaratnya adalah apabila terpenuhi alasan-alasan sebagai berikut :

  1. surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan dijatuhkan, diakui palsu atau dinyatakan palsu;
  2. setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan, yang disembunyikan oleh pihak lawan ; atau
  3. putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa.

Tulisan ini membahas alasan huruf b di atas, yaitu “setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan, yang disembunyikan oleh pihak lawan”.

Dokumen Menentukan Yang Disembunyikan Pihak Lawan Sebagai Alasan Pembatal Putusan Arbitrase

 

Sepanjang praktek beracara penulis, penulis mendapati bahwa alasan huruf b dalam Pasal 70 UUAAPS di atas cukup sering digunakan sebagai dalil untuk membatalkan putusan arbitrase di Pengadilan Negeri (selain unsur “tipu muslihat/huruf c Pasal 70 UUAAPS”). Pada umumnya, alasan demikian disebabkan karena pihak lawan tidak mengajukan suatu dokumen yang berhubungan dengan pokok perkara dalam pemeriksaan arbitrase dahulu. “Kealpaan” demikian kemudian dianggap sebagai “penyembunyian dokumen” dan dipermasalahkan di perkara pembatalan putusan arbitrase. Salah satu contoh perkara demikian dapat ditemui pada perkara No. 45/Pdt.G-Arb/2019/PN.Jkt.Pst. di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Namun demikian, menurut hemat Penulis, sebelum menggunakan alasan demikian untuk membatalkan putusan arbitrase, pemohon pembatalan putusan arbitrase hendaknya harus memperhatikan apakah dalil yang akan digunakannya telah sesuai atau tidak dengan esensi yang diamanatkan oleh huruf b dalam Pasal 70 UUAAPS. Berdasarkan ketentuan Pasal 70 huruf b UUAAPS,  alasan yang dapat membatalkan suatu putusan arbitrase adalah sebagai berikut :

Setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan, yang disembunyikan pihak lawan.

Berangkat dari ketentuan di atas kiranya dapat ditarik kesimpulan bahwa dokumen yang dapat membatalkan putusan arbitrase haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut (harus memenuhi seluruh unsur, tidak bisa salah satu saja):

–           Unsur Pertama:

Dokumen tersebut haruslah ditemukan sesudah dijatuhkannya putusan arbitrase. Mengapa? Karena seperti halnya penemuan novum baru sebagaimana dipersyaratkan dalam proses Peninjauan Kembali, penentuan “waktu” penemuan dokumen yang disembunyikan tersebut sangatlah penting karena apabila “dokumen yang disembunyikan” tersebut ternyata ditemukan sebelum putusan arbitrase diputus maka jelas tidak memenuhi unsur dalam frase “setelah putusan diambil” dalam Pasal 70 UUAAPS tersebut. Untuk itu, penemuan “dokumen menentukan” tersebut wajib dinyatakan dalam sumpah di Pengadilan Negeri untuk membuktikan bahwa dokumen tersebut benar-benar ditemukan setelah dijatuhkannya Putusan Arbitrase yang hendak dimohonkan pembatalannya.

–           Unsur Kedua:

Dokumen tersebut haruslah bersifat menentukan, yang berarti keberadaannya akan mempengaruhi isi Putusan yang dimohonkan pembatalannya. Artinya, Pemohon harus menjelaskan kaitan serta mengapa “dokumen menentukan” yang dimaksudkan, dapat mempengaruhi isi dari Putusan Arbitrase yang hendak dimohonkan pembatalannya.

–           Unsur Ketiga:

Dokumen tersebut haruslah disembunyikan secara sengaja oleh pihak lawan, dalam hal ini oleh Para Termohon. Arti disembunyikan disini adalah tidak ada seorangpun selain pelaku yang memiliki akses kepada dokumen tersebut sehingga keberadaannya tidak diketahui oleh orang lain, termasuk oleh Pemohon.

 

Selain ketiga unsur di atas, hal lain yang harus ditempuh pihak pemohon pembatal putusan arbitrase adalah mengajukan upaya hukum pidana kepada pihak yang berwenang sampai didapatkannya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Hal ini sesuai dengan Penjelasan Pasal 70 UUAAPS yang menyatakan bahwa :

Permohonan pembatalan hanya dapat diajukan terhadap putusan arbitrase yang sudah didaftarkan di pengadilan. Alasan-alasan permohonan pembatalan yang disebut dalam pasal ini harus dibuktikan dengan putusan pengadilan. Apabila pengadilan menyatakan bahwa alasan-alasan tersebut terbukti atau tidak terbukti, maka putusan pengadilan ini dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan bagi hakim untuk mengabulkan atau menolak permohonan.

Kesimpulan

Sekalipun ditegaskan final dan mengikat, di dalam Pasal 70 UUAAPS diketahui bahwa putusan arbitrase yang telah didaftarkan di pengadilan negeri dimungkinkan untuk dibatalkan, salah satunya dengan alasan :

Setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan, yang disembunyikan pihak lawan.

Namun demikian, pemohon pembatalan putusan arbitrase hendaknya harus memperhatikan apakah dalil yang akan digunakannya telah sesuai atau tidak dengan esensi yang diamanatkan oleh huruf b dalam Pasal 70 UUAAPS. Hal ini disebabkan karena upaya pembatalan putusan arbitrase merupakan upaya hukum luar biasa (extra ordinary) yang dapat ditempuh salah satu pihak karena adanya alasan-alasan yang di luar kemampuan oleh pemohon pembatalan dalam pemeriksaan arbitrase dahulu.

Oleh karena sifatnya yang extra ordinary tersebut maka upaya untuk membatalkan putusan arbitrase sangatlah berat mengingat  disamping ketiga unsur dalam Pasal 70 UUAAPS di atas, sebelum diajukannya permohonan arbitrase, pemohon pembatal putusan arbitrase sudah harus mengantongi putusan pidana berkekuatan hukum tetap yang membuktikan alasan huruf b Pasal 70 UUAAPS tersebut terbukti.

Dalam hal ini, alasan yang banyak digunakan pihak pemohon pembatal putusan arbitrase yakni “pihak lawan tidak mengajukan suatu dokumen yang berhubungan dengan pokok perkara dalam pemeriksaan arbitrase dahulu” sejatinya tidak bisa dianggap sebagai “penyembunyian dokumen” dan tidak dapat dipermasalahkan pula di dalam perkara pembatalan putusan arbitrase dan Majelis Hakim Pengadilan Negeri seharusnya menolak permohonan pembatalan putusan arbitrase yang demikian.

@2019 Yulwansyah & Partners. All rights reserved


Kantor Hukum Yulwansyah & Partners telah berpengalaman untuk mendampingi dan mewakili klien beracara melalui forum arbitrase dalam sengketa berbagai bidang seperti kontruksi, pengadaan, jaminan, sewa guna usaha,serta perkara komersial lainnya. Selain itu, kami juga telah mewakili Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) dalam berbagai perkara di pengadilan negeri, seperti perkara-perkara pembatalan putusan arbitrase, tuntutan ingkar, perbuatan melawan hukum kepada arbiter dan lain sebagainya.

Add Comment

WhatsApp WhatsApp us